Setiap entitas bisnis yang beroperasi di Indonesia secara otomatis dianggap sebagai subjek pajak dan diwajibkan melaporkan penghasilan saat memasuki tahun pajak berikutnya.
Kewajiban ini ditetapkan sejak masa reformasi dan tarif serta metode perhitungannya diatur dengan ketat dalam hukum yang berlaku
Pada saat itu perhitungan tarif Pajak Penghasilan Badan diatur oleh UU Pajak Penghasilan yang diubah oleh UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)
Lalu bagaimana cara lapor SPT Tahunan?
Cara Lapor SPT Tahunan
Dilansir dari KlikPajak, cara melaporkan SPT tahunan bisa melalui dua cara, yaitu Pembukuan dan Pencatatan
- Pembukuan
Pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan suatu perusahaan.
Pembukuan sendiri diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Nomor 28 Tahun 2007.
Data dan informasi keuangan yang dimasukkan ke dalam pembukuan meliputi
- Harta
- Kewajiban
- Modal
- Penghasilan
- Biaya
- Harga Perolehan
- Penyerahan Barang dan Jasa
Pembukuan ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi.
Perusahaan yang melakukan pembukuan wajib mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan dikenakan tarif PPh Badan normal Pasal 17.
Tarif PPh Badan normal sesuai Pasal 17 adalah sekitar 25% dan diturunkan menjadi 22% pada 2020-2021 serta 20% mulai 2022.
Sesuai Pasal huruf E (Pasal 23E) ada potong PPh Badan sebesar 50%, maka tarif PPh Badan Pasal 17 menjadi 11% untuk 2020-2021 dan 10% pada 2022
- Pencatatan
Pencatatan adalah proses pengumpulan data dan informasi keuangan yang dilakukan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung Pajak Penghasilan (PPh) terutang badan.
Data dan informasi tersebut meliputi penghasilan bukan objek pajak atau dikenai pajak.
Perusahaan yang memilih metode pencatatan wajib mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak (WP) Badan UMKM yang belum Pengusaha Kena Pajak (PKP).
WP Badan UMKM yang belum PKP akan dikenakan tarif PPh Final sebesar 0.5% dalam kurun waktu tertentu sesuai aturan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018.
Setelah masa berlakunya habis, WP Badan UMKM yang belum PKP akan otomatis dikenakan tarif PPh Badan normal sesuai Pasal 17.
Pahami pula SKT pajak agar dapat terhindar dari denda.
Tarif Pajak Penghasilan Badan
Dirangkum dari Online-Pajak, konsep pemajakan penghasilan di Indonesia menganut prinsip Worldwide Income, yang berarti setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari dalam maupun luar Indonesia, apakah diperhitungkan secara keseluruhan sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Penghasilan luar negeri yang sudah dipajaki oleh negara akan dikreditkan dari pajak terutang sesuai ketentuan perpajakan
PPh Badan dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang diperoleh WP Badan selama tahun pajak berjalan tanpa pengecualian.
Pemerintah sudah mengatur pembedaan tarif PPh berdasarkan skala bisnis suatu badan, seperti WP Badan UMKM (bruto di bawah Rp4.8 Miliar dan belum wajib pembukuan) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan tarif PPh Final sebesar 0.5%.
Pemanfaatan PPh Final tersebut berlaku secara opsional sehingga WP Badan UMKM sekaligus bebas memilih untuk menghitung PPh badannya menggunakan tarif PPH normal sebesar 25% x PKP.
Tarif ini berubah menjadi 22% untuk tahun 2020-2021 dan menjadi 20% pada tahun 2022.
PKP sendiri adalah hasil keuntungan bersih yang diperoleh dari total pendapatan dikurangi beban operasional.
Penghitungan ini harus dibuktikan melalui pembukuan atau minimal pencatatan yang bisa dibuktikan kebenarannya.
Tarif PPh Badan 2022
Tarif PPh Badan terus menerus berganti sebagai upaya penyesuaian ke arah yang lebih baik.
Kabar baiknya juga, pergantian tarif PPh Badan mengalami pergantian yang mengarah ke penurunan angka PPh.
Menurut Privy, angka PPh badan terus mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Dimulai dari 2009 yang memiliki tarif sebesar 28%, turun menjadi 25% pada tahun 2010.
Tidak berhenti disitu, lagi-lagi terjadi penurunan angka PPh badan menjadi 22% pada tahun 2020 dan 2021.
Terbaru, kini besaran tarif PPh Badan sejak 2022 adalah 20%.
Wajib Pajak Badan yang berbentuk Perseroan Terbatas (Tbk) pun tak luput dari perubahan tersebut, dimana tarif PPh yang diterima menjadi 3% lebih rendah dibandingkan PPh Badan Umum.
Apa Itu PPh 25?
Dalam Pajak Penghasilan atau PPh, juga ada sistem angsuran atau cicilan dalam proses membayarnya.
Proses angsuran ini diatur dalam Pajak Penghasilan 25 atau PPh Pasal 25.
Dilansir dari KataData, PPh 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak (WP) secara berkala selama tahun berjalan.
Angsuran ini bertujuan untuk mengurang beban WP sehingga pembayaran pajak dapat dilakukan tepat waktu.
Batas waktu pembayaran PPh 25 adalah paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dari masa pajak yang dibayarkan.
Sebagai contoh, untuk masa pajak Mei 2022, maka angsuran PPh 25 harus dibayar paling lambat tanggal 15 Juni 2022.
Jika WP terlambat membayar PPh 25, nantinya akan dikenakan sanksi pajak per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.
Cara Menghitung PPh Badan
Bagi Wajib Pajak (WP) Badan, menghitung Pajak Penghasilan (PPh) menjadi hal penting dalam pelaporan pajak.
Dikutip dari AyoPajak, Perhitungan PPh Badan ini akan mendapatkan hasil atau gambaran berapa besaran pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak Badan nantinya
Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran bruto hingga RP50 Miliar berhak menerima pengurangan tarif 50% dari tarif PPh Badan yang berlaku.
Pengurangan Tarif ini berlaku untuk Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari peredaran Bruto hingga Rp4,8 Miliar.
Perhitungan PPh Badan dengan pengurangan tarif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
- Perusahaan dengan Peredaran Bruto Kurang dari Rp4,8 Miliar
Untuk perusahaan dengan pengedaran bruto kurang dari Rp4,8 Miliar, pengurangan tarif dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
PPh Terutang = (50% X 25 % X PKP)
Contohnya PT ABC pada tahun pajak 2023 memiliki peredaran bruto sebesar Rp4,5 Miliran dan PKP sebesar Rp800 Juta.
Maka PPh terutangnya adalah:
PPh Terutang = (50% X 25% X Rp800 Juta)
PPh Terutang = Rp100 Juta
- Perusahaan dengan Peredaran Bruto Lebih dari Rp4,8 Miliar dan Kurang dari Rp50 Miliar
Untuk perusahaan peredaran bruto lebih dari Rp4.8 Miliar hingga kurang dari Rp50 Miliar, pengurangan tarif dapat dihitung dengan rumus berikut:
PPh Terutang = [(50% X 25%) X PKP Terutang (Fasilitas)] + [25% X PKP Terhutang (Tidak Fasilitas)]
Contohnya
PT XYZ pada tahun pajak 2023 memiliki peredaran bruto sebesar Rp30 miliar dan PKP sebesar Rp3 miliar.
Maka, penghitungan PPh terutangnya adalah sebagai berikut:
- PKP Terutang (Fasilitas)
(Rp4.800.000.000 : Rp30.000.000.000) x Rp3.000.000.000 = Rp480.000.000
- PKP Terutang (Tidak Fasilitas)
Rp3.000.000.000 – Rp480.000.000 = Rp2.520.000.000
- PPh Terutang
(50% x 25%) x Rp480.000.000 = Rp60.000.000
25% x Rp2.520.000.000 = Rp630.000.000
PPh Terutang = Rp690.000.000
FAQ:
Ada dua jenis tarif PPh Badan, yaitu:
Tarif PPh Badan normal, yaitu 25%. Tarif ini berlaku untuk wajib pajak badan yang menggunakan pembukuan.
Tarif PPh Badan final, yaitu 0,5%. Tarif ini berlaku untuk wajib pajak badan yang menggunakan sistem pencatatan.
PPh Badan dihitung dengan mengalikan tarif PPh Badan dengan penghasilan kena pajak (PKP). Rumusnya adalah sebagai berikut:PPh Badan = Tarif PPh Badan * PKP
Pilihan tarif PPh Badan tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
– Sistem pembukuan yang digunakan. Jika wajib pajak badan menggunakan pembukuan, maka wajib pajak menggunakan tarif PPh Badan normal. Jika wajib pajak badan menggunakan sistem pencatatan, maka wajib pajak menggunakan tarif PPh Badan final.
– Omzet wajib pajak badan. Wajib pajak badan yang memiliki omzet di bawah Rp4,8 miliar setahun dapat menggunakan tarif PPh Badan normal yang dikurangi 50%.
– Keuntungan wajib pajak badan. Semakin besar keuntungan wajib pajak badan, maka semakin besar pula PPh Badan yang harus dibayarkan.